Gereja Kristen Jawa Mijen Semarang

Terkait penyebaran virus Corona atau COVID-19, maka Ibadah yang diadakan dan dilaksanakan melalui ibadah ONLINE digunakan sebagai Ibadah Keluarga.... Majelis Gereja Kristen Jawa Mijen..... Selamat beribadah ..... Tuhan Yesus memberkati.

KEGIATAN PERSEKUTUAN BLOK (Menjadi Saksi Kebangkitan)


Bahan PA Dewasa 3

Bacaan Alkitab:
Yohanes 20:1-18


PENGANTAR
Keberadaan saksi itu penting dalam membuktikan kebenaran sebuah perkara. Itu sebabnya seorang saksi tak hanya harus bisa dipercaya, tetapi juga memiliki kemampuan untuk  menyampaikan kesaksiannya dengan benar. Justru karena itu amat menarik jika kita memerhatikan catatan Alkitab tentang siapa yang menjadi saksi kebangkitan Yesus. Ternyata saksi kebangkitan Yesus dalam tuturan Alkitab adalah para perempuan. Sebagai catatan penting, perempuan pada masa itu adalah kelompok yang tidak mendapat kedudukan setara dengan laki-laki.  Mereka dianggap pembawa dosa hingga tidak layak untuk dipercaya. Itu sebabnya dalam hukum Yahudi yang berlaku saat itu, mereka tidak diperkenankan menjadi saksi.

Jika Alkitab menyatakan bahwa saksi Yesus yang bangkit adalah perempuan, apakah artinya itu? Apakah dengan demikian kita perlu meragukan kebangkitan Yesus?

Langkah 1:
Pernahkah Anda  menjadi saksi? Ceritakan pengalaman Anda!

Langkah 2:
Mengapa Anda diminta menjadi saksi?

Langkah 3:
Bacalah Yohanes 20: 1-18

Siapa yang menjadi saksi pertama kebangkitan Yesus? Jawab: Perempuan. Injil Yohanes mencatat perempuan itu bernama Maria Magdalena (ay. 1). Ternyata tidak hanya Injil Yohanes yang menyebutkan perempuan, Injil yang lain juga mencatat nama perempuan sebagai saksi kebangkitan Yesus. Matius mencatat nama Maria Magdalena dan Maria yang lain (Mat. 28:1). Markus mencatat nama Maria Magdalena, Maria Ibu Yakobus, dan Salome (Mrk. 16:1). Lukas mencatat nama Maria dari Magdala, Yohana, Maria ibu Yakobus, perempuan-perempuan lain (Luk. 24:10). Catatan-catatan itu menunjukkan bahwa perempuan memang adalah saksi kebangkitan Yesus.

Menariknya, perempuan pada saat itu dianggap sebagai kelom-pok orang yang tidak dapat dipercaya. Bahkan mereka tidak boleh memberikan kesaksian di pengadilan agama. Jika demiki-an kenyataannya, mengapa Alkitab justru mencatat nama perempuan sebagai saksi kebangkitan Yesus? Bukankah  lebih baik dipilih saja nama murid laki-laki, seperti Petrus, yang menyaksikan kebangkitan untuk pertama kali, supaya berita itu lebih dapat dipercaya dan sesuai dengan konteksnya?

Kenyataan itu menunjukkan bahwa keajaiban Paska yang berpusat pada kebangkitan Yesus merambah pada berbagai bidang kehidupan, termasuk runtuhnya tembok-tembok pemi-sah yang membelenggu manusia. Salah satunya adalah beleng-gu yang memisahkan manusia dalam kelompok gender (jenis kelamin) tertentu. Belenggu pemisahan itu telah menciptakan paradigma negatif terhadap kaum perempuan. Sejarah kehi-dupan manusia mencatat betapa sulitnya mengubah paradigma. Sikap diskriminatif terhadap perempuan menciptakan paradig-ma yang menempatkan laki-laki sebagai pusat. Inilah yang kerap disebut sebagai patriakat. Kenyataan ini membuat keha-diran perempuan diabaikan, direndahkan, dan termarginalisasi. Ada doa orang Yahudi laki-laki yang menyatakan ungkapan terima kasih karena Tuhan tidak menciptakan dirinya sebagai binatang dan perempuan. Sikap diskriminatif mengakibatkan banyaknya perempuan yang mengalami penderitaan akibat hidup di dunia patriakat. Perempuan bagai barang yang dapat dibeli, mau diapakan saja terserah ”pemiliknya.”

Menempatkan perempuan sebagai saksi pertama kebangkitan Yesus menjadi catatan yang menarik di tengah kedudukan perempuan yang tidak dapat dipercaya itu. Kisah penginjil Yohanes menunjukkan sedikit keraguan (mungkin juga memberi tempat bagi keraguan pembacanya), sehingga melanjutkan cerita Maria ke kubur Yesus dengan menghadirkan Simon Petrus dan murid yang lain untuk memberikan konfirmasi tentang peristiwa kebangkitan itu. Simon Petrus adalah pemimpin kelompok para murid Yesus. Tentang siapa ”murid yang lain” tidak disebutkan dengan jelas, tradisi menyebut sebagai rasul Yohanes. Yang pasti mereka menemukan kubur itu kosong. Dalam teks Alkitab disebutkan: ”Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya” (ay. 8). Apakah yang mereka percayai? Kubur kosong atau Yesus yang bangkit? Penjelasan pada ayat selanjutnya memberikan keterangan. Dalam Alkitab BIMK (Bahasa Indonesia Masa Kini) disebutkan: ”Sampai pada waktu itu mereka belum mengerti apa yang tertulis dalam Alkitab bahwa Ia harus bangkit dari mati” (ay. 9).  Jadi sangat mungkin mereka percaya kubur telah kosong, tetapi kepercayaan tentang Yesus yang bangkit tidak dinyatakan dengan jelas. Bahkan tidak ada berita lanjutan. Hanya ada sebuah catatan pendek: “Lalu pulanglah kedua murid itu ke rumah” (ay. 10). Jika memang mereka percaya Yesus sudah bangkit – bukan kubur yang kosong – kita bisa membayangkan reaksi meraka pasti berbeda.

Sebaliknya dengan Maria. Kenyataan kubur yang kosong membuat ia terhenyak dalam duka (ay. 12).  Ia menganggap mayat Yesus telah dicuri. Itu sebabnya ia bertanya kepada seseorang disangkanya penunggu taman (makam): “Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya” (ay. 15). Sikapnya yang tulus dalam menanti kejelasan akan keberadaan tubuh Yesus membuatnya menanti dalam kepedihan sekaligus pengharapan. Ia menanti tanpa tahu siapa yang akan memberikan jawaban. Ia menanti tanpa banyak berpikir logis. Ia diam dalam tangis. Justru dalam penantian semacam itu, Yesus menjumpainya secara personal. Maria menjadi saksi kebangkitan Yesus. Ia dipercaya untuk memberitakan kebangkitan Yesus kepada para rasul yang terdiri dari kaum laki-laki. Dalam keyakinan ia berseru: “Aku telah melihat Tuhan!” (ay. 18). Ia telah menjumpai Tuhan secara pribadi dan otentik. Dirinya adalah saksi. Itu sebabnya hidupnya mengalami perubahan total. Ia pergi kepada murid-murid yang lain dan dengan gembira memberitakan Yesus yang bangkit. Adakah yang meragukan kesaksian semacam itu?

Langkah 4:
§  Salah satu hal yang “dipersoalkan” dalam iman kristen adalah kebangkitan. Bagaimana cara Anda menjelaskan perihal kebangkitan Yesus pada orang yang meragukannya atau yang beragama lain?

§  Jika Allah memilih orang yang dipandang “buruk dan tidak layak” (seperti para perempuan di zaman Yesus), apa artinya bagi Anda?  Apakah Anda sadar bahwa orang kristen di masa kini juga diminta untuk menjadi saksi bagi kebangkitan Yesus? Apakah Anda merasa layak menjadi saksi kebangkitan Yesus? Hal apa yang membuat Anda merasa layak?

§  Kisah Paska menghancurkan berbagai tembok yang memi-sahkan manusia. Yesus yang bangkit menentang kenyataan hidup yang dijalani oleh manusia, yang bersifat diskrimi-natif terhadap perempuan. Masihkah Anda melihat sikap diskriminatif dalam lingkungan hidup Anda? Bagaimana Anda menyikapi hal itu?

Langkah 5:
Aku adalah saksi kebangkitan Yesus, aku akan:

Di tengah kehidupan keluarga .…

Di tengah persekutuan gereja .…

Di tengah masyarakat .…



[asp]