Gereja Kristen Jawa Mijen Semarang

Terkait penyebaran virus Corona atau COVID-19, maka Ibadah yang diadakan dan dilaksanakan melalui ibadah ONLINE digunakan sebagai Ibadah Keluarga.... Majelis Gereja Kristen Jawa Mijen..... Selamat beribadah ..... Tuhan Yesus memberkati.

KWD


KUASA ALLAH SUMBER DAMAI SEJAHTERA

Bahan PA Dewasa
Natal
Matius 2:1-23


1.      Pengantar
Setiap orang mendamba hidup bahagia, adil dan sejahtera, lahir dan batin. Termasuk kita, umat Kristiani di bumi Indonesia memiliki cita-cita, impian dan harapan yang sama. Untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera itu, perlu perjuangan dan daya upaya, agar setiap dambaan tidak berhenti pada impian melainkan terwujud sebagai kenyataan. Dan upaya mewujudkan ini perlu dilakukan bersama-sama sebagai kesatuan anak bangsa seluas-luasnya.

Salah satu upaya yang dapat kita lakukan adalah mulai membangun kesadaran secara terus-menerus akan penggunaan kekuasaan dalam berbagai bentuknya, di mana saja dan kapan saja. Tujuan dari pembangunan kesadaran ini adalah untuk menjaga agar kekuasaan itu dipergunakan sedapat mungkin untuk dalam rangka hidup yang damai sejahtera, selaras dan seturut dengan kehendak dan bela rasa Allah bagi manusia dan semesta.

Injil Matius yang berkisah tentang peristiwa yang melingkupi kelahiran Yesus Kristus di pasal 2, menjadi penolong kita dalam memaknai dan memperbaharui hidup kita yang tidak pernah lepas dari pergumulan tentang penggunaan kekuasaan, baik selaku subyek, obyek ataupun sebagai penyerta pelengkap penderita.






2.       Berbagi Pengalaman
a.    Pernahkah Anda mendapat ancaman atau perlakuan tidak menyenangkan dari atasan atau orang yang memiliki kekuasaan padahal Anda (merasa) benar? Apa yang Anda rasakan? Bagaimana reaksi Anda?
b.        Mengapa itu bisa terjadi?
c.        Apa yang Anda pahami tentang penggunaan kekuasaan?

3.       Mendengarkan Firman
a.      Membaca Matius 2:1-23
b.      Membaca dan atau mendengarkan uraian/renungan di bawah ini:


“Power tends to corrupt. Absolut power corrupts absolutely.” Artinya, kekuasaan cenderung merusak. Dan kekuasaan yang mutlak, merusak secara dahsyat. Demikianlah pernyataan Lord Acton, sejarawan Inggris di abad 19. Meskipun telah diungkapkan berabad lampau, nampaknya kebenaran pernyataan ini mampu menembus ruang dan waktu. Sejarah umat manusia telah dipenuhi dengan banyak contoh tentang hal ini. Sejak dulu hingga kini telah terjadi korupsi, bukan hanya tentang uang, melainkan juga terjadi penyalahgunaan wewenang dan kebijakan. Dalam kacamata umum, terdapat praduga relasi timbal balik antara uang dan kekuasaan: Uang dapat ‘membeli’ kekuasaan. Dan sebaliknya, kekuasaan dapat digunakan untuk ‘mencetak’ uang. Bisa jadi sesederhana itu relasinya, meskipun belum tentu demikian senyatanya.

Menurut Brench dan Raven sebagai teoritikus tentang teori kekuasaan, terdapat lima sumber kekuasaan (1959) secara klasik, yang dapat digunakan untuk menganalisa kekuasaan pada berbagai organisasi, baik kekuasaan yang melekat pada  birokrasi kenegaraan, perusahaan atau organisasi kemasyarakatan. Di kemudian hari, dikembangkanlah oleh para pakar teori ini menjadi tujuh hingga sepuluh sumber kekuasaan, yang digolongkan menjadi dua. Yaitu berdasar kedudukan dalam organisasi dan berdasar kualitas individual. Berikut ini uraian singkat tentang teori tujuh sumber kekuasaan[1]:

Golongan pertama, berdasar kedudukan atau jabatan:
a.      Coersive Power: Kekuasaan berdasar rasa takut, dengan menggunakan ancaman dan hukuman. Kepatuhan anak buah terjadi karena takut dipecat atau diancam tidak naik gaji.
b.      Reward Power: Kekuasaan berdasarkan kemampuan memberi penghargaan,  bonus, kenaikan gaji dan lain sebagainya. Kepatuhan anak buah terjadi karena diberi berbagai apresiasi, misalnya tunjangan kesejahteraan.
c.       Legimate Power: Kekuasaan berdasar kedudukan dalam struktur organisasi formal. Wewenang, hak dan fasilitas dimiliki karena kedudukan dalam struktur organisasi secara formal.
Golongan kedua berdasar kualitas yang dimiliki individu:
d.      Expert Power: Kekuasaan berdasar keahlian khusus atau kepakaran profesional yang dimiliki.
e.       Referent Power: Kekuasaan berdasar dari daya tarik personal, karena penampilan  (gagah atau cantik) atau kecerdasan interpersonal yang membuat orang lain terpesona atau terinspirasi.
f.        Connection Power: Kekuasaan berdasar kedekatan relasi atau berkerabat dengan orang yang memiliki kekuasaan (nepotisme).
g.      Information Power: Kekuasaan berdasar akses kepemilikian sumber data atau informasi yang dimiliki.

Dengan segala macam jenis kekuasaan sebagaimana disebutkan di atas, orang lain dapat dipengaruhi demi suatu tujuan tertentu, yang baik ataupun jahat. Bagi sebagian orang memang begitu menggiurkan. Begitu kuatnya daya tarik kekuasaan sehingga tanpa disadari, justru hasrat kekuasaanlah yang berkuasa menguasai orang itu, sehingga ia ingin selalu berkuasa. Terus dan terus ingin berkuasa sambil kehilangan akal sehatnya. Dan Injil Matius mengukir nama salah satu tokohnya: Herodes!

Karena raja maka Herodes masuk golongan pertama, sumber kekuasaannya berdasar kedudukan atau jabatan, berjenis coersive power, yaitu memerintah dengan menebar ketakutan. Herodes menjadi raja sekitar tahun 37 SM atas Yudea, Galilea, Samaria dan daerah sebelah Timur Sungai Yordan, atas bantuan Kaisar Roma dan disebut Herodes yang Agung. Ia berasal dari Idumea, Edom. Oleh karena itu tidak disukai orang Yahudi. Ia membangun kota Kaisarea, Yerikho, dan terutama Bait Allah untuk mengambil hati orang Yahudi

Orang Majus memiliki sumber kekuasaan expert dan information power. Ketika mereka sebagai ahli perbintangan dari daerah Timur datang ke istana Herodes, dan percaya bahwa munculnya bintang yang terang adalah tanda lahirnya seorang pemimpin besar, ternyata keahlian dan pengetahuannya tentang perbintangan itu membuat Herodes Agung sangat terancam kedudukan, kekuasaan dan hidupnya.

Para imam kepala dapat dikategorikan sumber kekuasaannya legitimate power. Sedangkan ahli Taurat bersumber kuasa expert dan information power. Sehingga  Imam-imam kepala yang bertugas di Bait Allah dan para ahli Taurat selaku cendekiawan diundang untuk memberi keterangan mengenai raja orang Yahudi yang baru lahir itu.

Di sini Herodes kemudian ia bersiasat dan berkata kepada Orang Majus, "Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya akupun datang menyembah Dia" (ayat 8). Siasat sebagai sinyal keterancaman itu tampak, ketika Orang Majus akhirnya tidak kembali kepadanya dan pulang menempuh jalan lain dan ia merasa diperdaya lalu marah dan memerintahkan pembunuhan semua anak di Betlehem dan sekitarnya yang berumur dua tahun ke bawah (ayat 16).

Herodes dengan jelas menampakkan wajah kekuasaan yang sewenang-wenang dan sangat kejam. Tindakan Herodes mengakibatkan kesedihan yang mendalam dan penderitaan yang berkepanjangan bagi para korban. Ibu yang kehilangan anak-anaknya, ("Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih...”), pengungsian keluarga Yusuf ke Mesir dan baru kembali ke Israel pada jaman Arkhelaus.

Dalam episode awal ini, Herodes juga digambarkan telah membangun kerja sama dengan pihak yang semestinya berseberangan, yaitu Imam-imam kepada dan para ahli Taurat. Ungkapan sinisme bahwa tidak ada kawan abadi, yang ada adalah kepentingan abadi, dipertontonkan di sini. Nanti, akan muncul kembali menjelang kisah penangkapan dan sengsara Yesus (22:16, 27:1-26).

Dalam pandangan teori kekuasaan di atas, Yusuf bersama keluarganya tidak memiliki sumber kuasa, powerless. Namun dalam pandangan penulis Injil, Yusuf beserta keluarga digambarkan justru berada dalam kuasa Allah.

Dengan jelas pula kisahkan bahwa kuasa Allah menggagalkan rencana Herodes untuk membunuh bayi Yesus. Ia menuntun orang Majus lewat mimpi untuk tidak kembali kepada Herodes (2:22), mengutus malaikat-Nya untuk memberi tahu Yusuf agar lari ke Mesir sampai Herodes mati (2:13,14,19), kemudian Yusuf ke Israel (2:19-21) dan tinggal di Nazaret (2:22-23)[2].

Tampak dua kuasa yang saling berhadapan: kuasa Herodes yang mematikan versus kuasa Allah yang menyelamatkan. Herodes yang memiliki sumber-sumber kekuasaan ternyata tidak mampu meraih bayi Yesus karena campur tangan Allah. Nyatalah keberpihakan Allah bagi yang terancam kehidupannya. Allah berbelarasa bagi pihak yang lemah, yang tidak memiliki kekuasaan.

Injil Matius 2 sering disebut midras, suatu pembacaan ulang kisah Musa dan Israel dalam riwayat Yesus. Seperti Musa, Yesus diselamatkan dan mengungsi dari wilayah raja yang jahat, sementara anak-anak lain dibunuh. Seperti Musa, Yesus pulang dari pengungsian setelah orang yang mau membunuhnya sudah mati. Seperti umat Israel, Yesus dipangil keluar dari tanah Mesir untuk masuk Israel. Perjalanan Yesus dituntun menurut rencana Allah seperti perjalanan bangsa Israel.[3]

Secara khusus Injil Matius memang ditulis untuk meneguhkan iman orang Kristen yang pada waktu itu melemah, baik orang Kristen yang berasal dari bangsa Yahudi maupun non-Yahudi karena Kaum Farisi menyerang keabsahan Yesus setelah Bait Allah runtuh tahun 70 M. Oleh karena itu, di dalam Injil Matius banyak kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama untuk menunjukkan posisi Yesus dalam rencana penyelamatan Allah bagi semua bangsa, dirunut mulai sejak nenek moyang bangsa Israel yaitu Abraham sampai kehadiran orang-orang Majus (yang dianggap kafir dalam pandangan elit Yahudi ketika itu).[4] Selain itu Injil Matius 2 ini juga mengungkapkan sinyal-sinyal antisipatif apa yang akan terjadi pada kisah-kisah berikutnya. Misalnya, pertama keterlibatan Orang Majus sebagai orang non-Yahudi untuk memberi tanda bahwa perutusan misi Yesus juga bagi segala bangsa, bukan hanya bangsa Yahudi. Kedua, istilah Raja Orang Yahudi muncul untuk mempersiapkan pembaca pada kisah penyaliban Yesus disalibkan dengan tulisan INRI , yang berarti inilah Yesus Raja Orang Yahudi. Ketiga, persekongkolan Herodes, imam-imam kepala dan ahli Taurat yang semestinya bermusuhan, mempersiapkan pembaca bahwa nantinya, golongan yang berbeda latar belakang itu akhirnya dapat bersatu untuk melawan musuh bersama, yaitu Yesus (22:16).

Apakah dengan demikian kekuasaan yang ada pada manusia itu senantiasa jahat dan terpisah serta berlawanan dengan kekuasaan Allah yang senantiasa baik? Jawabannya tentu tidak. Kekuasaan yang ada pada manusia itu berguna sejauh untuk mengelola berbagai kepentingan agar tumbuh kehidupan bersama yang damai dan sejahtera. Kekuasaan yang demikian tidak perlu dipertentangkan dengan kuasa Allah, dan tidak perlu ditolak. Dan sudah semestinya kekuasaan yang ada pada manusia memang digunakan untuk menghadirkan damai dan sejahtera. Jika kekuasaan ditujukan untuk menghadirkan damai sejahtera, maka Allah hadir didalamnya.

Damai sejahtera diterjemahkan dari kata syalom. Dan kata syalom sering diucapkan sebagai sapaan di awal acara persekutuan-persekutuan kita. Namun apakah artinya? Syalom pada umumnya diterjemahkan sebagai damai, selamat atau sejahtera. Secara lebih komplet dan konkret, syalom berarti sehat walafiat tidak sakit (Mzm 38:4), panen berlimpah dan kesuburan dan kemakmuran (Mazm 37:11). Syalom berarti umur panjang dan hidupnya bermakna (Kej 15:15), terhindar dari ancaman bahaya (Hak 6:23), berhasil (Hak 18:5-6), kabar pembebasan (Yes 52:7), hidup dalam kebenaran dan keadilan (Yer 33:8-14, 54:11-17) Syalom juga berarti hidup rukun dalam hubungan yang baik dengan orang lain (Hak 4:17, 1Sam 20:42). Syalom berarti tidak terganggu oleh penyakit, malapetaka, keributan, kekerasan dan perpecahan. Syalom berarti sentosa dan sejahtera dalam hidup sehari-hari. Jadi, kata syalom berarti keadaan (bukan perasaan) damai sejahtera dalam arti selus-luasnya. Syalom bukan hanya urusan diri sendiri sendiri, tetapi juga menjadi urusan bersama (Yer 29:7). Bukan hanya diharapkan, melainkan juga perlu diperjuangkan. Syalom berkaitan dengan yang jasmani maupun rohani,  duniawi maupun dan sorgawi. Darimanakah syalom itu berasal? Syalom bersumber dari Tuhan, rancangan-Nya adalah syalom (Yer 29:11) dan Tuhan adalah syalom itu sendiri (Hak 6:24)[5].

Natal adalah peristiwa hadirnya damai sejahtera Allah, yang berbela rasa bagi pihak  yang lemah tidak berdaya.

4.       Memaknai ulang dan memperbaharui hidup
a.      Setelah mendengarkan Firman tentang makna kekuasaan dan peran Allah yang berbela rasa kepada yang lemah karena Ia adalah Sumber Syalom, bagaimana pemahaman dan perasaan Anda sekarang?
b.      Apa yang akan Anda lakukan untuk mewujudkan damai sejahtera di bumi Indonesia yang beragam agama, suku, bangsa, bahasa dan partai politik?
( tpa)




[1] Soekarso Iskandar Putong, Kepemimpinan: Kajian Teoritis dan Praktis, 2015, hlm. 27-30, mengungkapkan  sepuluh sumber kekuasaan hasil ringkasan dari beberapa pakar. Dan untuk keperluan di sini, diringkas lagi menjadi tujuh sumber kekuasaan.
[2] Jack Dean Kingsbury, Injil Matius Sebagai Cerita: Berkenalan dengan Narasi Salah satu Injil, BPK, 1996, hlm. 66.
[3] Martin Harun, OFM, Matius: Injil Segala Bangsa, Kanisius, 2017, hlm. 54-65
[4] Surip Stanislaus, Rahasia dibalik kisah Natal 1, Kanisius, 2007, hlm. 44-45.
[5] Andar Ismail, Selamat Sejahtera, Syalom, BPK, 2012, hlm. 4-7