Gereja Kristen Jawa Mijen Semarang

Terkait penyebaran virus Corona atau COVID-19, maka Ibadah yang diadakan dan dilaksanakan melalui ibadah ONLINE digunakan sebagai Ibadah Keluarga.... Majelis Gereja Kristen Jawa Mijen..... Selamat beribadah ..... Tuhan Yesus memberkati.

MEMBERITAKAN KARYA TUHAN


Khotbah
Pra Paska IV
Minggu, 22 Maret 2020

Bacaan 1:     1 Samuel 16:1-13.  
Tanggapan:  Mazmur 23
Bacaan II:      Efesus 5:8-14
Bacaan Injil: Yohanes 9:1-41





DASAR PEMIKIRAN
Hidup manusia sangatlah dinamis, sehingga banyak peristiwa yang harus dialami. Hidup itu juga  berkembang sejalan dengan perkembangan dan kemajuan. Dari sekian banyak peristiwa yang terjadi dalam hidup bisa menjadi “bahan” untuk ditutur-kan atau diceritakan. Sekalipun tentu perlu adanya seleksi peristiwa mana yang layak untuk dituturkan karena akan mem-beri dampak bagi siapapun yang menerimanya. Dalam pengha-yatan iman, hidup manusia senantiasa ada dalam campur tangan Tuhan. Maka menuturkan kisah hidup, dalam pengha-yatan iman sama artinya memberitakan karya Tuhan. Di Masa Paska tahun ini kita diajak untuk mengayati pentingnya, memberitakan karya Allah yang dinyatakan dan teranyam dalam sejarah kehidupan manusia dan sekaligus diajak untuk mewartakannya.       


PENJELASAN TEKS ALKITAB
1 Samuel 16:1-13.  
Bacaan dari Kitab Samuel ini berkisah tentang dipilihnya Daud untuk menggantikan              Saul yang sudah ditolak oleh Tuhan. Penolakan Tuhan terhadap Saul dikarenakan Saul telah bertindak dengan mengikuti kehendak dan pertimbangannya sendiri atas bangsa Amalek dan raja Agag. Saul tidak menumpas seluruh penghuni kerajaan Amalek, sebagaimana yang Tuhan perintahkan. Namun ia membebaskan Agag dan mengambil segala binatang yang gemuk dan tambun. Tindakan Saul yang mencerminkan ketidaktaatan kepada Tuhan ini juga menjadi penyebab Tuhan menyesal telah menjadikan Saul sebagai raja atas Israel.

Dari kisah Samuel memroses pengganti Saul, tersurat dan tersirat bagaimana Samuel harus menyelaraskan segala pertimbangan manusiawinya dengan kehendak dan rancangan Tuhan. Ketika Samuel bertemu dan melihat anak-anak Isai untuk diurapi sebagai raja Israel, pada awalnya Samuel memakai penilaian dan berdasarkan pertimbangannya sendiri. Samuel menilai dan memertimbangkan dengan melihat paras dan postur tubuh. Sedangkan Tuhan memiliki parameter yang berbeda untuk menentukan orang yang akan diurapi menjadi raja. Sebab Ia tidak melihat rupa namun melihat hati. Pertimbangan dan pilihan Tuhan yang demikian ini jatuh pada anak bungsu Isai yaitu Daud si penggembala kambing domba. Maka diurapilah Daud menjadi raja menggantikan Saul. Dari kisah diurapinya Daud ini kita bisa melihat bahwa Tuhan berkenan memakai orang dengan latar belakang apapun untuk menjadi alat menyatakan rancangan dan karya-Nya.

Mazmur 23
Isi dari Masmur 23, merupakan hasil perenungan Daud tentang karya Allah yang dinyatakan dalam hidupnya. Dalam perenungannya itu, Daud yang berlatar belakang penggembala, menghayati dan memaknai Tuhan sebagai gembala yang baik baginya. Sebagai gembala yang baik Tuhan menyediakan apa yang menjadi kebutuhan hidupnya yang paling dasar. Serta dalam kehidupan yang dinamis yang memungkinkan terjadinya berbagai macam ancaman dan bahaya, Tuhan juga memberi jaminan keselamatan dan ketentraman hidup. Sehingga meski sedang berhadapan dengan orang yang memusuhinya Daud tetap bisa menikmati hidup dengan berkelimpahan dan ketentraman. Kalimat penutup dari perenungan Daud yang ingin diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa, tentu dilatar-belakangi oleh tindakan Tuhan sebagaimana telah dirasakan dan dinyatakan dalam kesaksian Daud. Di sisi lain ungkapan ini juga bermakna penyerahan diri Daud secara total kepada Sang gembala yaitu Tuhan. Setiap orang yang berserah total kepada Tuhan, sekaligus menjadi pribadi yang setiap saat akan menyelaraskan hidupnya dengan rancangan dan kehendak Tuhan.        

Efesus 5:8-14
Terminologi terang dan gelap dipergunakan Rasul Paulus untuk menegaskan kehidupan yang semestinya dijalani oleh para pengikut Kristus. Jemaat Efesus sebelum mengenal Kristus  tidak Paulus sebut berada dalam gelap, namun kegelapan itu sendiri. Penyebutan yang demikian ini didasarkan pada pola dan perilaku hidup mereka. Sehingga setelah mereka mengenal Kristus, maka perilaku  hidupnya harus mencerminkan sebagai orang yang bukan lagi sebagai gelap tetapi menjadi anak terang. Istilah anak terang menunjukkan bahwa manusia bukanlah sang terang, namun telah memiliki terang karena karya Kristus. Dengan demikian hidup tanpa Kristus menjadikan mereka tidak akan memiliki serta melihat terang. Rasul Paulus mendefinisikan terang adalah perilaku  hidup yang baik, adil dan benar.  Kepada pengikut Kristus yang menjadi anak terang Paulus mengajarkan untuk tidak hidup seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, yang bijaksananya digambarkan seperti ahli bangunan. Artinya orang yang selalu  berhati-hati dalam bertindak karena memertimbangkan segala dampak dari apa pun yang diperbuat. Sedang bebal maknanya kebalikan dari arif.

Yohanes 9:1-41
Ini adalah kisah penyembuhan atas orang yang buta sejak lahir yang begitu panjang dalam bacaan Yohanes. Diawali dengan pertanyaan sebab akibat dari para murid-murid, yang isi pertanyaannya mencerminkan cara pandang orang pada zaman itu. Banyak orang Yahudi saat itu memiliki cara pandang jika penderitaan termasuk sakit adalah akibat dari dosa yang telah diperbuat. Orang berpikir dimana ada penderitaan di situ pasti ada dosa. Ketika penderitaan dipandang tidak mungkin dilakukan oleh yang bersangkutan (seperti misalnya lahir dalam keadaan cacat), orang Yahudi akan mengaitkan dengan dosa yang dilakukan oleh para pendahulunya. Ketika Tuhan Yesus diperhadapkan dengan cara pandang yang demikian ini melalui pertanyaan murid-murid-Nya, Ia tidak lalu terjebak dan terperangkap dalam pertanyaan serta cara pandang yang umum saat itu. Hal itu terlihat dari jawaban Tuhan Yesus yang tidak menyatakan siapa yang telah berdosa dan menjadi sebab seorang anak lahir buta. Jawaban Tuhan Yesus justru membawa orang jaman itu untuk memiliki paradigma baru terhadap penderitaan. Kalau biasanya ketika ada penderitaan orang sibuk mencari dan menghakimi siapa yang salah dan berdosa. Paradigma baru yang Tuhan Yesus tawarkan adalah memandang dan merespon penderitaan menjadi sarana bagi yang lain untuk menyatakan belas kasih Allah. Penderitaan tidak lagi didekati dengan semangat menghakimi, namun dihadapi dengan menghadirkan rasa peduli, empati,  kasih, dan sebagai wujud dari menyatakan pekerjaan Allah. Hal itulah yang Tuhan Yesus kerjakan dengan menyembuhkan orang buta sejak lahir. Dalam peristiwa penyembuhan orang buta yang menjadi melek, juga menjadi cara Tuhan Yesus menegaskan bila Ia adalah terang dunia. Selama terang itu ada di dunia maka pekerjaan Allah harus dinyatakan, dan bagi mereka yang sudah memeroleh anugerah terang selanjutnya diutus untuk menyatakan pekerjaan Allah.

Reaksi pro-kontra serta perdebatan terjadi sebagai reaksi atas sembuhnya si buta sejak lahir, baik di kalangan orang Farisi maupun orang-orang Yahudi pada umumnya (pun di antara para tetangga yang mengenalnya) karena penyembuhan itu terjadi pada hari Sabat. Di tengah sikap pro-kontra dan perdebatan terhadap kesembuhannya, dengan teguh ia menyatakan “Benar, akulah itu”. Bahkan ia menyatakan bahwa Yesus adalah Nabi. Orang tua si sakit tidak berani memberikan penyataan yang lebih dari sebatas mengakui bahwa anaknya memang lahir buta, sedang proses bagaimana dia sembuh, orang pada saat itu disuruh tanya sendiri karena anaknya sudah dewasa. Bersamaan itu narator memberi penjelasan ada unsur ketakutan dari orang tua si sakit untuk menyatakan bila Yesus adalah Mesias. Dari hal yang dilakukan oleh orang tua si sakit, memberikan pesan bahwa setiap orang dewasa punya tanggung jawab memberitakan karya Yesus, seperti yang di alami dalam kehidupannya. Meski ketika seseorang memberitakan karya Yesus itu mengandung risiko penolakan dan dikucilkan. Si sakit pun mengalami interogasi dan tekanan yang berkelanjutan. 

KHOTBAH JANGKEP


Memberitakan Karya Tuhan

Tradisi lisan menjadi warisan yang sangat kuat dalam hidup kita dibandingkan dengan tradisi tulis. Warisan tradisi lisan yang demikian ini setidaknya membentuk kita menjadi orang yang memiliki kecenderungan mudah untuk menuturkan apa pun yang terjadi dan dialami. Meskipun dalam tradisi lisan ada kelemahan diantaranya cerita yang dituturkan kurang detil bahkan mungkin alurnya melompat dan tidak lengkap. Hal yang demikian ini kecil kemungkinannya terjadi dalam tradisi tulis. Meski dalam tradisi lisan terkandung kelemahan, setidaknya ketika seseorang menuturkan sesuatu, maka yang mendengarnya menangkap pokok pesan yang tersampaikan. Ketika Ernst Cassirer menyebut manusia sebagai mahluk simbol, ia pun menekankan bahwa apapun yang diperbuat atau dilakukan oleh manusia merupakan simbol yang memuat pesan tertentu. Begitu juga melalui apa yang diucapkan atau dituturkan, sudah pasti ada pesan yang termuat di dalamnya.   
Manusia dalam perjalanan hidupnya pasti mengalami pasang surut kehidupan. Dalam perjalanan hidup ini sesungguhnya banyak hal yang bisa dimaknai akan kehadiran dan keterlibatan Tuhan dalam sejarah perjalanan hidup yang pasang surut. Di sisi lain, manusia tidak akan pernah bisa lepas dari situasi yang menuntutnya harus bertindak sekaligus bertanggung jawab. Oleh karenanya memaknai kehadiran dan keterlibatan Tuhan dalam perjalanan hidup serta memberitakannya merupakan tanggung jawab iman yang diemban oleh setiap orang percaya.
   
Saudara  yang dikasihi Tuhan Yesus,
Meski yang terjadi dan kita alami tidak sama persis dengan perjalanan hidup Daud, namun ketika kita masih bisa melanjutkan kehidupan sebagaimana adanya kita masing-masing sejatinya tidak pernah lepas dari campur tangan  pemeliharaan Tuhan. Tuhan melakukan karya pemeliharaan melalui segala berkat yang dianugerahkan, sekalipun berkat itu ada kalanya harus kita jemput melalui kerja keras, dan usaha jujur cerdas yang kita lakukan. Ketika dengan kerja dan penghasilan kita bisa hidup mencukupkan diri, serta ketika kita menjalani kehidupan yang dinamis, yang di dalamnya ada ancaman, tantangan, hambatan dan godaan, namun semua itu tidak membuat kita terjatuh. Namun kita bisa merasakan aman damai dan sejahtera, itu pun karena campur tangan Tuhan.

Dalam seluruh realita kehidupan yang kita alami, kita dituntun untuk memiliki sikap iman seperti Daud yang menghayati dan mengakui Tuhan sebagai gembala yang baik. Gembala yang memberikan segala yang dibutuhkan oleh yang digembalakan, termasuk menjamin keamanan dan keselamatan sehingga luput dari rasa takut. Maka  perjalanan hidup ini kita arungi sebagai bagian dari upaya mewujudkan rasa syukur kepada Tuhan. Karena ungkapan syukur itu tidak semata-mata dan tidak cukup hanya dengan pengakuan mulut, namun riil dalam cara hidup. Melalui nasehatnya, Rasul Paulus mengajarkan agar kita menjadi anak terang, yakni hidup tidak seperti orang bebal namun seperti orang arif. Arinya, sebelum melakukan apapun terlebih dahulu menimbang dampak yang akan menjadi akibatnya. Hidup sebagai anak terang akan ditandai dengan bukti apapun yang diperbuat akhirnya menghasilkan buah kebaikan, kebenaran dan keadilan bagi siapapun.  

Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus,
Hidup manusia tidak dalam kondisi yang ajeg dan mandek. Selalu berubah dan silih berganti yang kemudian berujung pada susah-senang, gembira-sedih yang dirasakan. Menjalani hidup senang dan gembira itu mudah. Namun sebaliknya, hidup susah dan sedih oleh karena penderitaan, banyak orang tidak sanggup menjalaninya. Penderitaan dengan berbagai ragam model dan jenisnya adalah bagian dari realita kehidupan manusia. Atas realia kehidupan yang demikian ini manusia merespon dengan beragam sikap dan cara. Ada yang merespon negatif namun juga ada yang merespon dengan sikap positif. Untuk menjadi orang yang merespon negatif atau positif itu adalah keputusan pribadi yang bisa kita pilih. Namun melalui kisah dalam Injil Yohanes bacaan kita, sekurang-kurangnya kita diajari 3 hal:
1.       Tidak mudah untuk memberikan penilaian dan peryata-an penghakiman terhadap orang yang menderita sebagai akibat dari dosa yang telah dilakukan oleh yang bersangkutan atau oleh para generasi pendahulunya. Cara yang demikian ini tidak memberikan perubahan apapun baik bagi yang sakit, maupun bagi pertumbuhan dan perkembangan kehidupan iman kita. 
2.      Kita diajar untuk mengupayakan diri memiliki cara pandang dan sekaligus memiliki sikap yang positif terhadap siapapun yang menderita. Karena ketika kita menjumpai penderitaan, Tuhan berkenan memakai kita menjadi alat-Nya untuk menyatakan pekerjaan-Nya. Hal itu kita lakukan dengan cara berempati dan menolong orang lain untuk meringankan beban dari mereka yang sedang menderita.
3.      Bila kita sendiri yang Tuhan ijinkan mengalami penderi-taan, kita juga diajar untuk tidak mencari kambing hitam. Hal ini penting untuk dicamkan sebab ketika manusia mengalami penderitaan selalu terselip peluang dan potensi pada diri manusia untuk menyalahkan pihak lain. Namun Injil Yohanes yang menjadi teks bacaan saat ini menuntun kita untuk tetap meyakini ada belas kasih Allah yang teranyam dalam seluruh hidup kita. Dalam penderitaan kita juga diajak untuk peka melihat karena dalam penderitaan selalu tersedia ruang perenungan untuk memroses dan mendewasakan atau memelekkan iman. Yang akhirnya kita diajak untuk menuturkan karya Allah karena belas kasih-Nya kepada kita.

Menjalani hidup dalam rangkaian menerima dan sekaligus menyatakan  karya Tuhan tidak selalu mudah untuk dijalani, karena ada konsekwensi yang menyertai. Namun dengan meya-kini bahwa karya Kristus telah memelekkan iman kita, memam-pukan kita untuk mewartakan karya Allah melalui keseluruhan hidup yang kita jalani secara arif yang membuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran.


[swd]